Selasa, 28 September 2010

Wartawan Minta Kadispora RL Dicopot

*Demo ke Pemkab RL
CURUP
– Puluhan wartawan dari berbagai media, baik media cetak maupun elektronik Senin (27/9) menggelar aksi damai ke Pemkab Rejang Lebong (RL), dalam demo ini mereka meminta Kadispora Gunawan Firmansyah dicopot dari jabatannya. Karena melakukan penganiayaan terhadap wartawan Radar Pat Petulai (Jawa Pos Group), Hidayatullah Rabu (22/9) pukul 12.00 di Sekretariat DPD Golkar Rejang Lebong.

Aksi ini dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, mengusung nama Forum Wartawan Rejang Lebong. Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Sekretaris PWI Rejang Lebong Hasan Basri mengungkapkan peristiwa ini telah menyebabkan aib bagi kemerdekaan pers di kabupaten Rejang Lebong juga menjadi aib bagi daerah sendiri serta pemkab RL.

Tindakan oknum Kadispora ini membuat hati insan pers di Provinsi Bengkulu bahkan Indonesia. Tindakan ini juga merupakan ancaman bagi kemerdekaan pers di Bengkulu khususnya di Kabupaten Rejang Lebong. “Untuk itu aksi premanisme yang tidak sesuai dengan landasan negara kita yang merupakan negara hukum harus ditindak tegas,” katanya.

Oleh karena itu, Forum wartawan Kabupaten Rejang Lebong mendesak Bupati Rejang Lebong untuk mencopot oknum Kadispora, memerintahkan para pejabatnya agar tebuka terhadap wartawan, memerintahkan para pjabat dan jajarannya untuk paham UU no 40 tahun 1999, memberikan perlindungan hukum bagi wartawan di RL dalam bertugas sesuai dengan jaminan UU no 40 tahun 1999 tentang pers.

Pernyataan sikap ini ditembuskan ke Presiden RI, Kapolri, Dewan Pers, Kapolda Bengkulu, Bupati Rejang Lebong, Ketua DPRD RL dan Komisi I DPRD RL.

Salah satu orator, Najmi Manar mengungkapkan, dalam era kebebasan pers diagung-agungkan, ternyata masih ada juga realitas kekerasan terhadap jurnalis. Ini membuktikan bahwa kebebasan pers sesungguhnya masih terombang-ambing. Adanya kekerasan ini, membut kebebasan pers terpasung, sebab, kebebasan pers yang terintimidasi bisa memberikan efek jera bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya.
Dilanjutkannya, bila kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak ditangani secara tegas dan transparan sampai tuntas, hal itu bisa berarti para penegak hukum membuka peluang bagi terjadinya kembali tindak kekerasan terhadap jurnalis. Entah kekerasan fisik, entah kekerasan non fisik, hakekat sebuah kekerasan adalah pelanggaran HAM karena menyangkut kehidupan seorang manusia.

“Kekerasan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebetulnya merupakan kekerasan terhadap kehidupan publik. Sebab, profesi jurnalis mengusung tanggung jawab dan misi kepentingan dan kehidupan publik. Penghalangan dan pemasungan terhadap kebebasan pers merupakan pelanggaran terhadap hak sipil,” tegasnya.

Dengan berpijak pada kebenaran itulah, lanjutnya, komitmen melawan kekerasan terhadap jurnalis harus terus digencarkan menuju perwujudan kebebasan pers yang bertanggung jawab.

Dalam aksi ini, para wartawan dilengkapi dengan karton-karton yang berisi kecaman terhadap peristiwa pencekikan itu. Wartawan juga mengumpulkan ID Card dan alat-alat kerja jurnalistik lainnya.

Akhirnya, sekitar pukul 11.00 WIB Bupati Rejang Lebong H Suherman mendatangi para wartawan. Dalam kesempatan itu, Bupati menerima pernyataan sikap yang ditandatangani oleh puluhan wartawan itu. “Surat Pernyataan sikap ini saya terima untuk saya pelajari lebih lanjut,” katanya singkat.

Setelah penyerahan pernyataan sikap, puluhan wartawan itu akhirnya membubarkan diri dan kembali pada tugas rutin yakni memburu berita. (CW-01)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar